Worcester, Sinar matahari diketahui bagus untuk kesehatan, terutama pada proses penyerapan vitamin D. Tapi tidak halnya bagi penderita alergi sinar matahari karena sinar matahari justru bisa membunuhnya.
Begitulah kondisi yang dialami penderita erythropoietic protoporphyria (EPP), penyakit langka yang disebabkan oleh adanya gen yang rusak sehingga menyebabkan peningkatan jumlah bahan kimia porfirin di dalam darah.
Akibat peningkatan senyawa tersebut membuat orang memiliki kepekaan terhadap sinar matahari. Hal ini juga mempengaruhi produksi hemoglobin yang dapat menyebabkan anemia dan juga masalah pada hati. Penyakit ini bisa menyerang seseorang dengan derajat keparahan yang berbeda-beda.
Kondisi itulah yang dialami Tia Davies, bocah berusia 4 tahun yang harus selalu menggunakan tabir surya khusus di seluruh kulitnya dan memastikan tidak ada bagian yang terlupakan.
Karena jika kulitnya terkena sinar matahari akan menimbulkan ruam merah yang menyakitkan. Untuk itu ia harus selalu menggunakan celana panjang dan baju lengan panjang setiap harinya sepanjang tahun, serta menghindari duduk di samping jendela yang dapat memicu ruam.
Tidak hanya celana dan baju lengan panjang yang harus digunakannya untuk keluar rumah, karena ia juga harus menggunakan topi dan sarung tangan hypoallergenic untuk melindungi wajah dan tangannya. Selain itu semua jendela di rumahnya harus ditutup dengan UV filter biru untuk menghambat masuknya sinar matahari dan ia harus menggunakan tabir surya sebanyak tiga kali sehari.
Pakaian dan rumah yang serba tertutup membuat Tia seolah terkurung agar terhindar dari sapaan sinar mentari yang membuatnya menderita.
"Saya pertama kali melihat ada yang salah dengan Tia ketika ia berusia 1 tahun. Ketika kami membawanya ke taman Drayton Manor, kakinya terlihat seperti terbakar sinar matahari tapi benar-benar bengkak dan juga kesakitan," ungkap sang bunda, Selena (31 tahun), seperti dikutip dari Dailymail, Rabu (1/9/2010).
Selena menuturkan saat Tia di bawa ke rumah sakit, dokter hanya bilang bahwa itu akibat terbakar sinar matahari dan nantinya akan baik-baik saja. Pada kondisi yang lain Tia terlihat sama seperti anak normal lainnya, tapi ketika ia pergi keluar maka tangan dan wajahnya akan membengkak dan memerah.
"Dia selalu keluar masuk kebun tanpa sepengetahuan saya, dan tiba-tiba kulitnya sudah memerah. Sehingga kami berpikir bahwa ini akibat sesuatu yang ia makan atau hal-hal lain semacamnya," ungkapnya.
Setelah selama dua tahun mencari penyebab dari kondisinya tersebut, akhirnya tes pemeriksaan menunjukkan bahwa Tia memiliki kondisi langka yang disebut dengan erythropoietic protoporphyria (EPP).
EPP adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan kekurangan enzim ferrochelatase (FECH), akibat rendahnya kadar enzim ini maka akan membuat kadar protoporphyrin berlebih di sumsum tulang belakang, plasma darah dan sel-sel darah merah.
EPP adalah salah satu kelompok gangguan yang dikenal sebagai porphyrias, yaitu kadar bahan kimia tertentu (porphyrin) yang abnormal di dalam tubuh akibat kekurangan enzim tertentu yang penting untuk sintesis hemoglobin.
Hingga kini belum ada obat yang bisa digunakan untuk menyembuhkannya, karena itu penderita seperti Tia terpaksa harus belajar untuk mengatasinya selama sisa hidupnya dan berusaha menghindari paparan sinar matahari seminimal mungkin.
"Terkadang berada di dalam rumah seperti berjalan di dalam kegelapan, sehingga kami tidak tahu apakah cuaca di luar sedang cerah atau tidak. Meski demikian ia tetaplah menjadi sinar matahari kecil kami, dan kami berharap ia bisa memiliki kehidupan normal seperti anak-anak lainnya," ujar sang ayah, Christopher.
No comments:
Post a Comment